Minggu, 01 September 2013

Cerita Tentang Gajah di PLG TN Way Kambas

Hallo semuanya..
Ini tulisan pertama saya di blog.
Awalnya nggak tau mau nulis apa, kemudian saya lihat di foto, ada gajah kecil superb lucu. hhihi... Namanya Queen, dia lahir pada awal Juni 2011. Dia adalah gajah yang dilahirkan di Taman Nasional Way Kambas, Lampung.

Lucuuu bangett kaaaaaan? ^^


Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Semula kawasan TNWK merupakan
suaka margasatwa di tahun 1924, kemudian ditingkatkan menjadi suaka alam pada tahun 1937, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 14 Stbl 1937 tanggal 26 Januari 1937. Kemudian melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan, SK No. 14/Menhut- II/1989 kawasan ini menjadi taman nasional dengan luas 125.621,3 hektar. Taman nasional ini terletak di dua kabupaten di Lampung, yaitu Lampung Tengah dan Lampung Timur, Provinsi Lampung, dengan temperatur udara 28°-37°C, curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, yang berada pada ketinggian 0-60 m dpl dan secara geografis terletak di antara 4°37’ - 5°15’ LS, 106°32’ - 106°52’ BT.
 
Guest house yang terdiri atas beberapa kamar disewakan bagi pengunjung, terletak di seberang kolam minum gajah.

Alasan utama yang mendasari didirikannya Taman Nasional Way Kambas pada tahun 1985 adalah terdesaknya habitat gajah akibat pertambahan populasi penduduk di Lampung, baik penduduk lokal maupun transmigran yang sebagian besar berasal dari pulau Jawa. Keadaan ini menyebabkan seringnya konflik yang terjadi antara gajah dengan manusia. Karena habitatnya yang berupa hutan semakin berkurang, kawanan gajah liar sering menjarah lahan pertanian penduduk sehingga Kementrian Kehutanan pada akhirnya mendirikan Pusat Latihan Gajah yang berada di kawasan yang dekat dengan daerah konflik.

Terdapat beberapa lokasi di TNWK yang dapat dikunjungi, yaitu Pusat Latihan Gajah Karangsari, Way Kanan yang dapat digunakan sebagai lokasi kemah, penelitian dan penangkaran badak Sumatera dengan fasilitas laboratorium alam dan wisma peneliti, Rawa Kali Biru, Rawa Gajah, dan Kuala Kambas, sungai Way Kanan, pengamatan satwa (bebek hutan, kuntul, rusa, burung migran), padang rumput dan hutan mangrove. Tarif bagi pengunjung menurut saya cukup terjangkau, yaitu Rp 10.000,00/orang untuk tiket masuk dan Rp 50.000,00/orang untuk safari dengan gajah selama 1 jam.

Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah (9 km dari pintu gerbang Plang Ijo) dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu, dan bajak sawah. Pada pusat latihan gajah tersebut dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah main bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak atraksi lainnya. Pusat latihan gajah yang didirikan pada tahun 1985 sampai saat ini telah berhasil mendidik dan menjinakkan gajah sekitar 290 ekor. Banyak juga yaa?
Replika tulang gajah yang berukuran besar di Visitor center yang berisi berbagai informasi mengenai gajah, misalnya beberapa poster jurnal terkait dengan gajah di PLG TNWK.
 Saat itu saya berkesempatan untuk melakukan praktik lapangan (PL) di sana selama dua bulan (Juli-Agustus 2011). Beberapa hari pertama tinggal di sana (sebenarnya di rumah saudara, 12 km dari Pusat Latihan Gajah TNWK) saya sering menangis. Coba bayangkan, sinyal pun nggak ada di sana. Jadi setiap hari dari pukul 08.00-16.00 saya harus jalan ke tempat yang agak tinggi supaya dapet sinyal. Jangankan akses internet, bisa sms pun sudah luar biasa bahagianya. Pekerjaan di sana juga amat santai (kalau tidak mau dibilang membosankan, hehe...). Setiap hari saya harus melewati 9 km hutan di kawasan TN Way Kambas untuk menuju PLG yang sepiiiii sekali. Sering kali di tengah perjalanan saya melihat monyet ekor panjang liar, ular, dan aneka burung.
Jalan menuju PLG, ga akan ketemu macet di sini, supermegasepi!!
 Saat pengunjung yang datang lumayan banyak, biasanya akan diadakan atraksi gajah, tapi saya tidak terlalu tertarik, justru merasa kasihan dengan gajah-gajah itu. Pemafaatan gajah di PG TNWK antara lain: 
  1. membantu penanganan konflik satwa dan manusia
  2. patroli keamanan
  3. penyelamatan satwa
  4. alat transportasi dalam mendukung pengendalian kebakaran hutan
  5. kegiatan wisata/atraksi, seperti wisata alam (jungle tracking/safari), menunggang gajah, naik kereta gajah, dan lain-lain.

Belajar jadi pawang gajah, hehe...

Saat ini populasi gajah di PLG TNWK mencapai 64 ekor, di mana kelahiran gajah terakhir berlangsung pada tanggal 31 Juli 2011 berupa seekor bayi gajah betina. Populasi gajah terdiri atas 35 ekor gajah jantan dewasa, 21 ekor gajah betina dewasa, 5 ekor jantan balita, dan 3 ekor betina balita.

Di sana, saya harus mengikuti pawang gajah menggiring gajah dari kandang, memandikan di kolam, lalu membawa mereka ke padang penggembalaan. Saya heran bagaimana pawang-pawang di sana bisa hafal nama-nama gajah yang jumlahnya puluhan itu.
pawang yang sedang memandikan gajah.

Setiap hari saya mengikuti gajah untuk mengetahui aktivitas dan pola makannya, mengamati tumbuhan apa saja yang mereka makan, mengambil sampel tumbuhannya kemudian membuat herbariumnya. Pada pengamatan terdapat 20 jenis tumbuhan yang menjadi pakan alami bagi gajah, yaitu rumput gajah (Penisetum purpureum (L.)), alang-alang (Imperata cylindrica (L)), rumput teki (Cyperus plastystylis R. Br.), putri malu (Mimosa pudica), jambu batu (Psidium pumilum), benalu (Loranthus sp.), pakis kecil (Pteris longifolia), pakis lebar (Ligodium frexsuosum), kacangan, Melastoma affine D. Don, lulangan (Panicum flavidum), kasapan, blembem (Hymenachne acutigulma (Steud.) Gilliland), mendong (Fimbristylis globulods), sono keling (Dalbergia latifolia), rotan (Calamus axillaris), salak hutan, belimbing-belimbingan (Oxalis sp.), paitan (Paspalum conjugatum .Berg), dan lingi (Scirpus grossus L. f.). 

Kadang saya membantu pawang memasak bubur suplemen untuk gajah. Karena ini porsi gajah, kami tidak memasak dengan menggunakan panci, melainkan drum minyak!! hahaha...
Bubur suplemen buat gajah.

Pernah saya mengikuti gajah yang bernama Joni (5 tahun) digembalakan bersama Ibunya di daerah rawa sekitar PLG. Sore hari karena mau hujan, saya ikut mas Adi (pawang Joni) naik ke punggung Ibu Joni tanpa dilapisi busa. Karena jalan cepat sekali... pantat saya terasa sakiiiitt, lecet!! Lalu malamnya demam dan akhirnya 2 hari harus istirahat di rumah. Hahaha... 

Perawatan kesehatan gajah di PLG TNWK ditunjang dengan adanya laboratorium yang dipandu oleh seorang dokter hewan. Pemeriksaan kesehatan gajah secara umum dilakukan oleh perawat gajah setiap hari. Pada waktu berkala dokter hewan juga melakukan pemeriksaan. Ketika ada gajah yang kurang sehat maka segara dilaporkan ke dokter hewan untuk dilakukan penanganan selanjutnya misalnya pemberian vitamin B kompleks. Selain itu, gajah juga dapat menderita penyakit seperti cacingan, tetanus, dan abses. Pencegahan penyakit cacingan dilakukan dengan pemberian obat cacing seperti Oxyclozanide yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Pencegahan tetanus diakukan dengan pemberian vaksin. Hingga saat ini masih dilakukan penelitian pasca vaksinasi tetanus pada gajah di PLG TNWK. Kegiatan ini meliputi pengambilan sampel darah yang selanjutnya dianalisis di Balai Besar PenelitianVeteriner Bogor, Jawa Barat.

Gajah dapat mengalami abses karena beberapa sebab, misalnya karena jatuh atau benturan, sehingga pada kulit tampak benjolan yang berisi nanah sehingga perlu dilakukan operasi. Operasi ini dilakukan oleh dokter hewan dan dibantu oleh mahout (sebutan untuk pawang gajah). Tindakan pasca operasi juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga mempercepat masa penyembuhan. Tindakan ini dilakukan dengan pemberian antiseptik, H2O2, dan juga antibiotik tertentu.
Proses operasi abses pada Karnangun.
 
Sekitar seminggu kemudian, saya bertemu dengan seekor bayi gajah yang berumur satu bulan yang diberi nama Queen. menurut pawangnya, Queen lahir dengan berat badan 61 kg, luar biasa ya.. Tapi menurut pawang di sana, berat segitu tuh masih sedang-sedang saja. Wow!! Tingginya baru setengah paha saya. telapak kakinya pun masih halus sekali seperti bayi (emang bayi sih), perutnya masih berwarna merah, kulitnya lembut dengan rambut-rambut tipis.

Segitu ketemu, Queen langsung mencium-cium dan menggosok-gosokkan badannya ke kaki saya. Saya tertawa melihat tingkahnya. Semenjak itu, setiap hari selama 2 bulan saya selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Queen. Setiap saya panggil "Queeeeeeenn!!" dia akan segera berlari mendekati saya dan minta dielus-elus. Dia sangat suka menginjak kaki saya dengan kakinya, untung masih kecil yaa, jadi nggak bengkak, hehe... Kadang saya memandikannya sore hari sebelum dia kembali ke kandangnya. Ibu Queen, Dita, untungnya cuek-cuek saja kalau saya bermain dengan Queen.

Hari terakhir di PLG
Dua bulan kemudian ketika harus kembali ke Bogor, saya baru sadar kalau saya sudah sayang dengan tempat itu dan segala isinya, terutama Queen. Sedih sekali harus meninggalkan tempat itu. Beberapa bulan kemudian saya datang kembali untuk menemui pembimbing PL, namun tidak sempat bertemu dengan Queen. Beberapa waktu yang lalu saya dapet kiriman foto Queen, ternyata tingginya sudah sepinggang manusia. Wow!! Semoga someday kita bisa bertemu lagi yaa, Queen.^^ 

Menurut saya, TN Way kambas dapat menjadi icon wisata lampung yang luar biasa apabila promosinya lebih digalakkan lagi. Peningkatan sarana dan prasarana di PLG TN Way Kambas sangat diperlukan, misalnya sarana toilet/MCK yang memadai, perbaikan arena atraksi, dan peningkatan sarana laboratorium. Selain itu, diperlukan pengadaan lahan yang ditanami tumbuhan yang berpotensi sebagai pakan gajah yang diiringi dengan pengelolaan yang baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi gajah. Kemampuan bahasa asing bagi staf dan perawat gajah juga diperlukan mengingat pengunjung tidak hanya berasal dari Indonesia tapi juga dari berbagai belahan dunia. 

O iya hampir lupa, kalau kalian berminat ke Way Kambas menggunakan transportasi umum, cara yang paling sederhana adalah ngeteng menggunakan bus dari Terminal Raja Basa di Bandar Lampung yang ke arah Way Jepara. Kemudian turun di Gajah Batu di Desa Rajabasa Lama, Way Jepara dan melanjutkan naik ojek ke Way Kanan atau Pusat Pelatihan Gajah (PLG) sebagai pintu masuk ke TNWK. Dulu tahun 2011 ongkos ojeknya Rp 30.000,00, lumayan mahal yaa, apalagi buat taraf mahasiswa, hehe... Perlu diketahui bahwa bus terakhir yang berangkat dari Rajabasa Lama adalah jam 15.00. Kalau mau menginap, TN Way kambas menyediakan guest house. Bisa juga memanfaatkan fasilitas utama di dekat taman nasional berjarak 500 meter dari pintu masuk. Tempat ini disebut Satwa Sumatra Elephant Eco Lodge. Berupa taman bertembok yang ditumbuhi pohon buah-buahan tropis. Satwa Sumatra Elephant Eco Lodge menawarkan empat cottage masing-masing dengan kamar dapat menampung sampai empat orang dan tempat tidur pegas, kipas angin, air panas dan toilet. Well, have a nice trip!! ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar